Kamis, 08 Desember 2011

[Patut diberi Salut] Sandi Jaya Saputra: Nyentrik tapi Fantastic.

Bagi kalian warga Bandung yang doyan berkesenian dan aktif bergaul pasti nama Sandi Jaya Saputra sudah nggak asing, apalagi 19 November lalu namanya mejeng di bawah tajuk sebuah pameran tunggal Pause - Urban Decay yang digelar di Common Room. Kalau masih belum ngeh juga, mungkin nama panggilannya akan lebih familiar di kuping. Ya dia lah Usenk yang pake K bukan pake G. dan yeah-nya lagi, di umurnya yang masih 26 tahun dia udah pameran, tunggal pula. Oke Senk, cukup tau aja, kalau ternyata elu bukan sekedar nyentrik bin ekstentik tapi juga fantastic. Salut

Konsistensinya untuk terus berfotografi patut kita beri tepuk tangan, fren. Pertama, doi getol banget untuk mengerjakan proyek-proyek personalnya dan hasilnya selalu memukau. Ketika ditanya soal kesehariannya ia menobatkan diri sebagai fotografer lepas, assignment yang diterimanya pun nggak tanggung-tanggung. sejumlah program LSM ia dokumentasikan. Menariknya lagi, bukan cuma ihwal teknis aja yang matang dipelajari, tetapi juga teori dan sejarah fotografi. Nggak salah kalau ia diberi kesempatan untuk mengajar fotografi di kampus (yang gedungnya mirip kelurahan) Fikom, Unpad.

Oke, merasa masih kurang bukti untuk menyatakan salut kepada Usenk? Mari kita simak hasil obrol-obrol MALU dengannya.

"Pasar Baru"
Pause - Urban Decay

Halo Sandi, apakah gerangan kesibukanmu sekarang? Coba-coba ceritakan siapakah Sandi Jaya Saputra itu?

Nama asli saya seperti yang MALU sebutkan di atas, beberapa mengenal saya dengan nama panggilan Usenk (pake K bukan G) Hehe. Saat ini saya ialah fotogrefer lepas.  Assignment terakhir saya ialah mendokumentasikan Moving Planet Indonesia, kampanye anti ketergantungan terhadap energi fosil yang diadakan oleh 350.org dan Greeners, bersepeda selama 350 Jam dari Bali-Yogyakarta-Bandung dengan didukung oleh WWF dan Greenpeace.

Selain sebagai fotografer yang mengerjakan beberapa assignment dari NGO lokal dan internasional dan assignment media, saya juga aktif mengajar di kampus tercinta Fikom Unpad. Tahun ini saya mendapatkan beasiswa sekolah dari Asian center for Journalism Ateneo de Manila University dengan fokus foto jurnalistik, kuliah ini lumayan menyita waktu tetapi banyak juga hal baru, selain materi jurnalistik bisa berbagi pengalaman dengan fotografer-fotografer kahot Asia. 

Selebihnya saya mengerjakan projek-projek personal saya yang dalam waktu ke depan akan saya pamerkan. Uupps numpang info. Pada tgl 19 November 2009 saya berpameran tunggal di Common Room Networks Foundation, Bandung. Datang ya,  hehe.

Wah, kamu hidup kamu fotografis banget. Hehe. Salut!. Terus, kalau boleh tau, nama Useng itu berasal dari mana sih?

Tuhkan salah nulis, pake K bukan G hehe…Usenk berasal dari pelesetan “sayang”. Sewaktu saya kecil ibu saya manggil itu, tapi karena penyebutannya sangat cepat beberapa teman saya memanggil saya Seng, kan jadi tampak Cina. Maka saya tambahkan “U” jadilah Usenk, kesimpulannya. beberapa orang yang manggil saya Usenk. Berarti everybody love me wakakka….. 

Parking Area
Pause - Urban Decay

Haha. Selain fotografis, kamu juga narsis banget yah.. Lanjut, ceritain dong sekilas tentang perjalanan awal kefotografianmu?

Pertama mengenal fotografi sewaktu saya mesuk Fikom, Unpad pada tahun 2003. Saat itu dikenalkan oleh beberapa senior saya dan teman-teman kos saya di Pondok Ungu, Jatinangor. Awalnya hobi-hobi saja. Pada 2005-2008 saya meninggalkan fotografi (alasannya rahasia). 2009 saya kembali dan sampai sekarang.
Fotografi bagi saya adalah alat penyembuhan, seperti yang dialami Diane Arbus, Nan Goldin, Larry Clark, Antoine d'Agata dan masih banyak lagi. Bagi mereka dan saya fotografi adalah terapi dalam mengkomunikasikan jiwa melalu bahasa visual yang personal. 

Foto dokumenter adalah jalan yang saya tempuh, dalam mengkomunikasikan jiwa saya. Saya bisa berbagi dengan orang-orang di dunia tentang ketertarikan saya mengenai berbagai hal, Karea bagi saya fotografi sangat personal.

Seberapa dekatkah fotografi dengan dirimu? Seberapa sering kamu motret?

Fotografi sangat dekat dengan saya, hampir tiap pergi saya membawa kamera. Kalau seberapa sering saya motret, mungkin setiap hari dimana saya mendapatkan diri saya.

Tahun 2009 lalu kamu berkesempatan untuk ikut ajang bergengsi, Angkor Photo Workshop di Kamboja sana. Nah, pelajaran seru apa yang kamu dapat dari sana? Terus, seberapa penting sih untuk kita, fotografer muda, ikut ajang-ajang seperti itu?

Wawww! It is a great moment for young photographer, di sana kamu akan bertemu fotografer-fotografer besar dunia dan fotogarfer muda se-Asia. Mereka sangat baik apabila kita bertanya tentang kegelisahan kita tentang fotografi dan kita akan dibuat terkejut dengan beberapa statement yang-mungkin bagi saya-mampengaruhi gaya saya dalam fotografi. Maksudnya bukan followers, tapi itu bahan sebagai referensi yang akan membawa kita pada jati diri kita yang sebenarnya.

Bagi fotogrfer muda atau yang sedang membangun karirnya di fotogarfi, ini sangat penting dan Satu hal yang tak kalah pentingnya dalah kita akan medapatkan network. Secara filosofi acara ini adalah untuk mengembangkan network seluruh fotografer dunia khususnya Asia.

Wah. Bener banget tuh. Net to the Work, network!!. Yuk, fren, kita getol nyari ajang-ajang seperti itu. Nah, sekarang soal foto-fotomu. Kalau dilihat dari webmu, kamu sering membuat sebuah projek foto dokumenter yang banyak mengangkat isu manusia. Saya suka dengan ‘kedalaman’ foto-fotomu. Teknik pengambilan gambarnya pun membuat foto lebih dramatis sekaligus menyentuh. Proses dan teknikmu dalam membuat sebuah projek dokumenter itu bagaimana sih?  Ajari kami dong. Heheh.
Bagi saya fotografer itu seperti atlit atau olahragawan, setiap hari harus berlatih terus dan terus. Selain moto, perbanyak juga referensi gambar, baca artikel foto, ngobrol sama orang-orang yang memang kompeten tentang fotografi.

Bagi saya referensi itu sangat membantu dalam menambah perbendaharaan visual saya. Belajar dari referensi gambar dan teksnya bukan hanya di permukaan saja,  kita harus mencari lebih dalam lagi kenapa karyanya (si fotografer-Red) bisa bagus atau melegenda. Yang harus kita cari dalam referensi itu ialah pencapaian dia dari awal sampai saat ini. dan itulah yang pasti mempangaruhi dia dalam karyanya.

Dari sekian banyak seri yang pernah kamu kerjakan, mana yang paling membutmu puas dan bangga? Jelaskan!

Tidak ada yang buat saya bangga, saya terus belajar dan terus memperbaiki kekurangan dari semua projek saya. Pencapain terbesar dari fotogafer bagi saya bukan award atau semacamnya, tapi seberapa besar karya kita menginspirasi dalam bentuk apapun.

Superb sekali, bung Usenk!!. Lalu, sekarang lagi ada projek yang sedang dikerjakan? Kalau boleh, ceritakan dong lah?
Saya masih banyak projek yang belum beres, terakhir yang baru beres adalah Intangible. Projek ini tentang refleksi masyarakat urban. Projek yang sedang dalam proses adalah Scratch ini tentang kehidupan sehari-hari anak-anak di penjara narkoba. Di dalam penjara sana, saya akan membuat workhop fotografi. Hal ini ternpirasi dari fotografer Klavdij Sluban, doakan saja semuanya lancar hehe.

Sip. pasti didoaiin sama seluruh pembaca. kalau perlu nanti saya titip doa sama imam solat Jumat di Istiqlal, biar diaminin se-antero Jakarta. Projek keren seperti itu harus jalan!
Omong-omong soal kemanusiaan, isu fotografi dan kemanusiaan rasanya nyaris nggak pernah bisa habis dibahas. Ada yang bilang fotografi bisa menjadi alat untuk membantu, ada yang bilang justru fotografi malah menghilangkan rasa kemanusiaan. Nah, sebagai pegiat fotografi human interest, menurutmu sejauh mana sih fotografi dapat berperan untuk kemanusiaan? Menurutmu foto human-interest yang ideal itu seperti apa sih?

Bagi saya “FOTOGRAFI TIDAK MERUBAH APA-APA.” Nothing!

Memang dari dulu sampai sekarang pun kita dicekoki oleh istilah-istilah yang bagi saya menyesatkan, seperti “foto yang berbicara”. Bagi saya foto itu benda mati, yang bicara tuh fotografernya. Representasi itu adalah kontrol dari kreatornya untuk mengkontruksi representasi-representasi. Jadi saat foto atau gambar itu dipublis oleh media atau fotografernya di media sosial atau webnya, itu adalah representasi dari media atau fotografernya. Pembaca di giring untuk memahami foto yang fotografer buat. Jadi Media massa atau pun fotografi tanpa sadar mengkontrol pembacanya.

Dalam hal ini foto tidak memiliki kuasa apa pun, dia hanya bentuk fisik yang tidak berdosa. Yang berperan adalah kreatornya. Oleh karena itu,  dalam membuat karya, pemahaman fotografer secara methodologis itu penting. Jadi pembaca tidak tersesat dalam pemaknaan, meskipun masalah representasi sangat bebas nilai tergantung kontruksi sosialnya masing-masing.

Saya tidak mengerti apa itu fotografi human interest. Kalau diterjemaahkan secara sejarah kata itu pun tampak aneh, apalagi secara konsep. Memang manusia nggak tertarik sesama manusia lagi ya? Lah kenapa harus menjadi aliran atau genre. Yang pasti dalam memotret manusia kita harus memahami problem mereka dan merefleksikanya dengan gambar. Jadi bukan sekonyong-konyong moto orang-orang yang kasihan. Jadi lupakan apa itu fotografi human interest, potretlah manusia dengan memanusiakan manusia itu sendiri.

Wow. Toss dulu, Senk. Saya setuju sama statementmu. Mari kita manusikan manusia.. Lanjut ye, setiap fotografer pasti mencari cara untuk menjadi beda dan memiliki karakter sendiri nah kalau kamu karakter apa sih yang selalu kamu coba tunjukin dalam fotomu?

Uhhh, pertanyaan yang basi tapi saya selalu kesulitan menjawabnya. Hehe. Pada dasarnya manusia dilahirkan beda-beda, jadi pasti punya karakter yang spesifik. Kalau masalah karakter saya secara tehnik, yang saya rasakan tidak istimewa. Tetapi karakteristik secara tema, saya banyak memotret persoalan hidup saya sendiri.

Nggak usah mencari foto ke Afganistan atau pun ke kawah putih di sekeliling kita pun masih banyak persoalan yang perlu kita bagi.
1009241521_23_82cf30cb-7c75-4197-871b-2431df22ee79
King's Chicken
1009241521_13_82cf30cb-7c75-4197-871b-2431df22ee79
King's Chicken
Oia, kamu juga masih suka kamera analog kan yah? Emang apa  sih enaknya? Trus, gear analogmu apa?
 
Hampir seluruh assignment saya memakai kamera analog, bagi saya fotografi itu adalah rasa, estetika dan presisi. Untuk merealisaikan tiga hal tersebut harus dalam kontrol pengunanya dan fotografi analog membantu itu.

Saya pun masih memekai digital tetapi hanya untuk kepentingan laporan dalam waktu yang cepat, sewaktu saya sedang dalam assignment yang berbulan-bulan. Untuk kemera saya mengunakan Leica M4-P dan Rolleiflex.

Kalau dilihat kan selain gape di bidang teknis, dirimu juga paham tentang teori, sejarah serta kajian fotografi dengan mendalam yah.. Seberapa penting sih belajar hal itu? Lalu teori atau pemikiran fotografi siapa yang paling nyantol di benak mu? Apa bunyi teori/pemikiran itu?

Seperti yang saya sebutkan di atas, memahami methodologi itu sangat penting, agar pembaca tidak tersesat dalam memaknai sebuah foto. Selain mebaca kajian tentang fotografi, saya pun tertarik mambaca sesuatu diluar fotografi itu sendiri. Seperti buku-buku antropologi dan filsafat .

“Are you going to change yet again, shift your position according to the questions that are put to you, and say that the objections are not really directed at the place from which you are speaking? Are you going to declare yet again that you have never been what you have been reproached with being? Are you already preparing the way out that will enable you in your next book to spring up somewhere else and declare as you're now doing: no, no, I'm not where you are lying in wait for me, but over here, laughing at you?'

'What, do you imagine that I would take so much trouble and so much pleasure in writing, do you think that I would keep so persistently to my task, if I were not preparing – with a rather shaky hand – a labyrinth into which I can venture, into which I can move my discourse... in which I can lose myself and appear at last to eyes that I will never have to meet again. I am no doubt not the only one who writes in order to have no face. Do not ask who I am and do not ask me to remain the same: leave it to our bureaucrats and our police to see that our papers are in order. At least spare us their morality when we write.”
- Michel Foucault, The Archaeology of Knowledge and The Discourse on Language -

Dalam berfotografi, siapakah idolamu? Apa yang membuatmu tertarik dengan mereka?


Untuk lokal saya belum punya idola, tapi untuk fotografer luar, idola saya Luc Delahaye, William Eggleston, Martin Parr, André Kertész dan Antoine d'Agata. Selain karya-karyanya, mereka mempunyai pemikiran yang hebat. Satu hal yang penting dari meraka dalam mengerjakan projeknya adalah dengan merefleksikan dirinya lewat kerya-keryanya. Sangat personal!
12
Intangible 2011
19
Intangible 2011
Ada pepatah ‘lain ladang lain belalang’. Nah. Scene fotografi di kota Bandung itu sendiri bagaimana sih? Arahya lebih kemana? 
 
Bandung dan umumnya Indonesia, fotografi belum mampu bersaing dengan seni rupa, pergerakan scene fotografi masih so-so. Masih banyak memperbincangkan hal yang nggak penting. Seperti membicarakan ekporasi alat dan teknik. Menurut saya, teknik dan alat selesai dibicarakan di ranah personal saja. Untuk masuk pada ranah konten dan koteks masih jauh.  Tapi hal ini karena tidak terlepas dari intitusi fotografi yang belum mapan, dalam artian belum ada role model-nya.

Di kampus Fikom Unpad, kamu memprakarsai kegiatan jeprat-jeprut. Saya senang sekali berkesempatan hadir di situ. Dan menurut saya, pehobi fotografi sangat butuh ruang sharing alternatif seperti jeprat-jeprut itu. Materinya asik, nggak monoton, dan nggak melulu perihal teknis yang dibahas. Ceritakan lebih jauh lagi dong tentang jeprat-jeprut itu..!  latar belakangnya motif serta tujuan dan harapan.

Jeprat-jeprut adalah salah satu program Lab Fotografi, Fikom. Jeprat-jeprut mencoba membawa wacana fotografi lebih luas. Memang tampak tidak fokus tapi dengan berbagai macam wacana itu Lab Fotografi mencoba membaca dan memetakan perkembangan fotografi sudah sampai mana. Dari situlah lab fotografi bisa bergerak dengan visi yang jelas.

Impian atau tujuanmu di fotografi ini apa? Sekedar sebagai pelanjut kehidupan atau niat mau serius? 

Bagi saya, fotografi sudah jadi jalan hidup. Mengenai mimpi dan tujuan hidup saya untuk dishare di sini tampaknya terlalu takabur. Saya pikir saat ini saya mencoba di jalan yang benar dalam fotografi. So, semoga saya akan mencapai sutu titik yang benar juga. Nggak jelas ya? hahaha.

Iya, nggak jelas. Nggak apa-apa lah, namanya juga seniman. haha. Terakhir, ada pesan-pesan untuk pembaca?

Terus berkarya, dan kalau di kritik jagan pundung.

Wow. Coba angkat tangan, siapa yang merasa tersindir? hehe. Terakhir pisan, Senk.  Gimana rasanya ditinggal pacar kerja di Jakarta? hueheheh

Ini pertanyaan paling sulit, tapi ada berkahnya juga sih. Saya sedang menggarap projek tentang JKT dengan beberapa kawan yang tinggal di Jakarta. Desember nanti kaya saya masuk Jakarta Biennale loohh. Hehe. Sebelum pacar saya hijrah ke Jakarta, saya sangat meles untuk berkegiatan di sana dan dulu saya sering nolak assignment untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tapi sekarang sangat senang kalau dapat assignment dari wilayah JKT dan sekitarnya. 



  usenguseng2

kunjungi dan simak proyek-proyek foto Usenk lainnya di http://sandijayasaputra.com
sapa dan ajak Usenk berdiskusi lewat facebookny: http://www.facebook.com/sandi.j.saputra


tulisan ini dibuat oleh: Rizki Ramadan 

2 komentar: