Sabtu, 27 Februari 2010

Galeri Bebas : Hira Lalitya

Cewek satu ini emang nggak pernah bisa diem, sedari MALU kenal Hiralalitya saat SMA dia emang selalu senang mencoba hal baru. Bedanya dengan anak muda lainnya, Hira nggak pernah setengah-setengah kalau lagi mendalami sebuah hobi, termasuk kegemaranya dengan Lomography ini. Berawal dari seneng ngeliat Lomo punya temannya hingga pada 10 Nov 2008 Hira bersama Lomosapiens kota Malang lainnya mendirikan Mamograph alias Malang Lomography. Hebat nggak tuh... 

Bersenjata Holga dan Fisheye 2 Hira banyak merekam hari-harinya. “Gw suka sama lomo karena hasilnya gak bisa di tebak dan diperkirakan. Pake Lomo tuh nggak susah, nggak ada tehnik. Kalau liat objek bagus tinggal jepret. Lomo for fun,” begitulah alasan Hira. 

So, mari kita duduk manis dan nikmati karya-karya si Hira ini.. 











"Pakai kamera apapun jenis apapun pokoknya jangan malu mengekspresikan diri, jangan malu walau cuma pake kamera plastik. MALU itu memang terlalu. good luck buat MALU!" pesan Hira.

Rabu, 24 Februari 2010

Local Hardcore Gigs Photography

Local Hardcore Gigs Photography
Seperti fotografer perang, hanya saja disini kameramu lah yang dipertaruhkan

oleh : Toro Elmar


Mungkin banyak yang belum tau seperti apa musik Hardcore, karena saya nggak akan ngejelasin di sini, hehe. mungkin kalian bisa googling dan mencari tau seperti apa musik hardcore itu. Tetapi saya harap kalian semua tau walaupun sedikit. Seperti halnya scene musik lokal di Indonesia, dari segala aliran, mulai dari punk hingga metal pasti mempunyai massanya tersendiri yang loyal. Seperti juga scene hardcore lokal, yang udah berkembang dari awal 90-an, dan terus berkembang sampai sekarang. Kini sepertinya scene hardcore sudah mulai sangat ramaii.  Dimulai dengan banyaknya gigs, lahirnya band-band baru, hingga band-band internasional yang melakukan tur dari Jakarta hingga Malang.

Tapi saya disini nggak akan membicarakan apa itu hardcore. Tapi saya mau bicarai mengenai orang dibalik pendokumentasian scene hardcore itu sendiri, yaitu FOTOGRAFERnya. Yap, setiap acara pasti ada dong seksi dokumentasinya? begitu juga dengan scene hardcore itu sendiri, para fotografer tersebut datang dengan ikhlas tanpa dibayar. juga dengan semangat Hardcore yaitu D.I.Y (Do it Yourself), dengan tujuan mengabadikan semua band-band, serta euforianya. Lalu apa bedanya dengan fotografer lainnya yang mengabadikan acara musik lainnya? bukankah mereka memotret objek yang sama yaitu band dan  penonton? ya secara garis besar memang sama, tapi ketika kau berada di TKP lalu kamu keluarkan kamera mu. Sudah dipastikan bagi yang tak mengerti scene hardcore bakalan ngomong gini "Gw foto dari belakang aja deh daripada kamera gw pecah kaca lensanya..". Yap itulah yang membedakan, di scene ini dimana tempat gigs yang memang sempit,  dengan penonton yang penuh, loncat-loncatan, menaiki badan orang , berlari lalu loncat, adalah hal yang lumrah terlebih jika band yang main adalah band yang cukup punya nama dan mempunyai lagu yang sudaj dihapal luar telinga. Memotret dibelakang penonton itu mungkin hal yang pengecut dimata fotografer scene ini. Berdiri di depan panggung, bibir panggung, jongkok, dan bersiap akan "amukan massa" dan kamu akan mendapat momen emosional dimana penonton dan band terasa sangat satu.

Mungkin saya akan cerita dari beberapa gigs yang saya potret, terutama pengalaman-pengalaman yang unik dan juga mengerikan. Saat band mulai check sound, para Crew (baca: penonton) sudah mulai bersiap, ada yang jongkok,seakan bersiap berlari, ada yang loncat-loncat seperti melakukan pemanasan, ada juga yang hanya berdiri. Fotografer biasanya sudah di depan, jarang ada yang menggunakan flash, dikarenakan resiko sangat besar, akan terjadi kerusakan karena benturan. Seperti jika fotografer berdiri di samping panggung, ketika musik mulai, penonton dari arah berlawanan akan keatas panggung berlari menuju arah fotografer dan loncat! resiko kepala anda terbentur, ataupun kamera anda yang kena jika reflek anda lemah. Maka dari itu penggunaan intip melalui viewfinder sangat jarang digunakan jika crowd memang gila, melainkan insting anda yang berjalan.

 



Pernah waktu di acara band korea main di Jakarta, walaupun posisi saya sudah aman berada dibelakang gitarisnya, namun tetap aja kena, seperti gitarisnya loncat, dan kena lah, bagian pinggir kamera dengan ujung gitarnya, untung ga kenapa-kenapa sih.hehe.
 
Selain suka moto-moto, saya juga penikmat musik Hardcore itu sendiri, jadi bila dimainkan lagu yang saya hapal dan suka, maka kamera saya gantungkan keatas, mendekat ke vokalis, near to the mic and singing, ya luapin emosi aja kadang-kadang seperti gaya nonjok orang dengan tetep kamera di tangan. haha jadi megang kamera harus bener-bener kenceng.susah juga kalo sambil ditulis, kalian mesti dateng ke gigsnya langsung, and be the person who join the party.. hehe...

 

 


Pengalaman terparah sih ya, dari yang saya liat dan saya alami seperti kamera terbentur, lensa yang berembun karena tak adanya udara, jadi disaat musik main, penonton loncat-loncatan, anda di tengah crowd jongkok melindungi kamera dan melapnya, terdorong, kepala terbentur, dan lain-lainnya, tapi namanya juga cowok, baru gitu aja masa udah mundur. hehe..


Tehnik Motret

Untuk masalah teknis motret sih saya biasa make manual, dengan flash yang ada di kamera, dengan speed rendah dan bukaan yang sedeng aja. (hehe.. terserah anda sedengnya berapa). Biasanya sih ya dapetnya Flare, cuman itu lah keliatan emosinya. Hehe, bisa diliat dari foto-foto saya.

Ya mungkin saya juga belum lama seneng jadi foto-foto scene ini, tapi i have a big feeling, that scene will be my home. :)

Jadi kesimpulannya, kalo pengin mengadu nyali tentang seberapa kuat mental anda menjadi fotografer selain menjadi fotografer perang, motret gigs ini bisa jadi alternatif sebelum anda menuju kesana. hehe.

Keep positive to release your shutter.


 

 

ini gw kasih beberapa referensi blog-blog scene hardcore:



dan ini link gw:

Tetap semangat!
Yeeaaahh!!

Senin, 22 Februari 2010

Galeri Bebas : Raditya Arie

Halo sahabat MALU, kali ini blog MALU bakal makin rame, bukan karena kebakaran atau ada yang berantem, tapi karena sekarang blog MALU bisa menampung karya kawan-kawan semua lho.

Kali ini MALU kedatangan tamu dari ranah padjadjaran, Namanya Arie, dia kuliah di FTIP Unpad brur, berikut ini karyanya :

"Hey look at me" By Raditya Arie

 
"Purify" By Raditya Arie

--------------
Setelah asyik melihat karyanya, MALU penasaran pengen nanya ke Arie, berikut kutipannya :
Halo Arie
Halo MALU..

Congrats ya lu orang pertama yang kontribusi ke Blog MALU. Gw pengen nanya nih brur, lu menganggap fotografi itu sebagai apa sih?
hmmmmmm, menurut gw fotografi itu adalah hubungan antara dengan seni dan momen, gak itu juga sih, menurut gw pribadi fotografi itu memiliki kesenangan tersendiri, karena bisa ngedapetin momen-momen yang ajaib. Intinya gw senang dengan yang namanya fotografi, apalagi foto gw bisa buat orang lain senang, merasa jadi orang yg berguna gw...hahahahaaa

Enak kan jadi orang berguna? hahahaaa.. Ngomong-ngomong nih, lu punya harapan tersendiri gak dari fotografi?
Ada dong, gw pengen menghasilkan sesuatu dari fotografi, dan gw pengen banget pameran tunggal.

Wah niat lu mulia banget, kayak hotel di senayan. Ada pesan dan kesan untuk MALU selain teh manis?
Hmmmm, MALU = Kreatif, menarik, biasanya gw kalo liat majalah itu cuman2 foto-fotonya aja, tapi kalo MALU gw niat baca tulisan-tulisannya. Lalu kalo bisa dicetak berwarna dan GRATIS itu paling penting, eheheh..

Okay kalau beg beg begitu, thanks ya rie.. Sukses selalu buat elu, semoga cita-cita lu terealisasi, Jangan MALU untuk MAJU..

Minggu, 21 Februari 2010

Indonesia Lomography Exhibition


Bertempat di Grand Indonesia, Jakarta, 20-28 Februari, ratusan bahkan ribuan foto jepretan kamera Lomo dipamerkan. Ya, ini adalah hajatan besar Lomonesia, komunitas Lomography Indonesia. Kurang lebih 200 lomographer dari 8 kota yang tergabung di Lomonesia ikut sumbang karya.

Disana mata kita bakal disuguhi sama tampilan visual yang sangat ciamik pren!. Ada Lomo Wall dan display berbentuk manusia dan binatang yang ditempeli foto-foto ukuran 3R tersusun rapih. Beberapa ABG yang ngalungin Lomo juga secara nggak langsung jadi hiasan disana. Hehe.

Pastinya acara ini udah disiapin dari jauh hari jack! “Kita mulai ngerencanain dari bulan Desember, rencana awalnya sih Januari, namun jadinya sekarang deh,” ujar Fajri salah seorang panitia.

O ya, nggak Cuma pameran ada juga workshop-workshop mengenai lomography yang nggak kalah serunya. Disana bakal dipaparin semua hal yang mengenai Lomo termasuk tips n triknya. So, untuk kalian yang penasaran buruan deh liat.


begitulah Crowd di hari pertama.

 Beberapa foto yang MALU suka.


 
Sepertinya panitia nggak rela ada space kosong sedikit pun, tembok juga dikaryakan jack!



 
 Kennnna dehhh!!. pasti tau kan, kalo si Cewek yang di kanan itu lagi minta di fotoin sama adeknya, posenya yaa sambil megang lomo lah.. hehehe 



Terakhir, biar kayak Lomo fotonya di buat panorama.yihii..
-----

Lalu kemudian, MALU melanjutkan obrolan dengan si Fajri itu, masih tentang Lomo pastinya. Mari kita simak.. 

Bener nggak sih kalau Lomography itu nggak mau dibilang bagian dari fotografi. Gua sering denger tuh kalau Lomographer itu bukan photographer?

Sebenernya nggak gitu, malah para fotografer (pengguna kamera biasa) itu yang bilang kalau Lomo itu bukan fotografi, mungkin karena  kamera Lomo  tuh identik dengan penyimpangan dari kamera normal. 

Trus, setuju nggak lu kalau lomography itu tren?
Iya, emang begitu, Lomography itu gaya hidup. Tapi gua nggak suka tuh sama orang-orang biasanya ABG yang pengen punya Lomo untuk lucu-lucuan doang.

Wah bener banget tuh, gua setuju banget sama lu. Eh, jadi Lomography itu tok gaya hidup, bukan sebagai alat untuk mengekspresikan diri?
  Ada juga sih beberapa orang yang menganggap Lomo itu untuk pengekspresian mood. Malah ada temen gua yang Lomonya mood-mood an. Kadang bisa kadang nggak bisa, jadi harus didiemin lama gitu baru si kamera mau jalan lagi.

Oh iya, kalau menurut lu yang jadi cirri khas dari foto-foto Lomo apa sih?
Kebebasan. Kita bebas motret apa aja, dengan gaya apapun. Dan kalau dari tehnik lomo itu terkenal dengan tehnik Shot on the heel, alias menopangkan kamera di paha, trus jepret-jepret deh tanpa ngeliat. Dan satu yang penting, di lomo tuh nggak ada tingkatan jago atau enggaknya.
 
Wah iya juga yah, kalau di dunia fotografi yang konfesional kan selalu diributin masalah teknis dan jago-jagoan. 
  Oke deh.. salut untuk Lomo Sapiens (makhluk yang menggunakan Lomo sebagai alat hidupnya)

"alon-alon asal kelakon, biar Lomo asal selamat."







Sabtu, 13 Februari 2010

Perkenalan Dengan Street Photography

Perkenalan Dengan Street Photography

Karenanya saya percaya kalau fotografi itu adalah seni melihat dan ruang publik adalah tempat di mana Tuhan selalu menyelipkan momen ajaib di setiap detiknya.

oleh: Rizki Ramadan
 

Istilah street photography lagi terngiang-ngiang terus di pikiran saya setahun ini dan mulai menjalar turun ke hati. Pelan-pelan saya temui foto-foto yang membuat saya reflek kaget, “WOW!! ini sangat brilian, ada seuntai garis bayangan dan diatasnya dua orang berjalan, seolah bayangan itu ialah jembatan, lalu ada lagi sepasang kekasih bermesraan di semacam bangku penonton yang berjejer rapih, dan disudut lainya ada seorang tua yang terlihat memelas, seolah di dalamnya bercerita semacam drama percintaan,  bagaimana bisa mendapat momen seperti ini, dan ditempat mana foto-foto ini diambil?”. Yah itulah street photography, semua adegan dalam foto itu terjadi jalan-jalan kota, di tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, pantai, museum,  trotoar jalan, dan setiap sisi kota lainya.

Rasa penasaran saya berlanjut, bertemu lah saya dengan salah satu buku elektronik Street Photography For the Purist yang ditulis oleh Chris Week, seorang fotografer street yang cukup ternama sepertinya. Melalui forum-forum fotografi di dunia maya, saya mulai menguak tentang street photography Juga saya menemukan Unposed.org, suatu wadah para penikmat dan pegelut street photography di Indonesia, rasanya ingin langsung gabung ketika lihat komunitas ini.

Street photography tidak terbatas pada jalanan, aspal, kendaraan bermotor, dan lalu lalangnya, melainkan lebih luas dari itu, kehidupan, dan segala interaksi yang terjadi didalamnya, yah street photography itu mengenai Interaksi, dan di jalanan atau lebih luas diartikan sebagai tempat umum adalah tempat interaksi-interaksi itu terjadi. Untuk menjadi seorang street photographer kita harus bisa menjadi bagian dari lingkungan sekitar kita, mengamati setiap hal yang ada, dari mulai garis, bayangan, bentuk dari suatu benda, manusia, dan segala unsur kehidupan. Sudah  pasti  dengan kamera SLR dengan lensa range 300mm kita tidak akan mendapatkan “feel” dari kehidupan sekitar, majulah mendekat!
 

 


Tidak seperti jenis fotografi lainya seperti landscape dan foto model, dalam street photography semua foto didapat secara candid, tidak terencana. Jika dalam memotret landscape  atau model kita harus memperhatikan detil dari objek yang akan kita foto. Kita pasti sebelumnya sudah tahu seluk beluk daerah yang akan kita datangi itu, kalau dalam foto model kita pun sudah tau seperti apa penampilan dari si model, apa yang akan dipakai, dan dia bagus untuk difoto dari suatu angel tertentu misalnya. Selain itu objek foto kita pun cenderung statis, tidak bergerak, tinggal mencari angel yang tepat, lalu jepret dengan teknis yang sempurna. Sedangkan di jalanan, tidak ada yang bisa kita lakukan, bahkan seorang koreografer pun tidak mungkin mengatur bagaimana orang-orang harus berjalan, juga tidak ada properti yang tersusun membentuk komposisi sesuai keinginan kita, kita hanyalah penonton, kita hanyalah pejalan kaki, yang dapat kita kontrol hanya lah panca indera kita.

Bagi saya, seperti street photography itu bukanlah sebuah genre, istilah street photography itu lebih cocok bila diartikan sebagai sebuah pendekatan dalam memotret di ruang publik. Hal ini juga disampaikan oleh Nick Turpin, salah satu pendiri situs In-Public. ""Street Photography is not about the place the pictures are made, its about the approach you take to picture making".



 


Kalau melihat dari foto-foto om Affandi Agoes, salah satu pegiat foto di ruang publik, selalu menampilkan foto-foto yang unik hasil ekplorasi dan eksperimennya terhadap garis, bayangan, bayangan, refleksi dan kontras. Sangat cerdas, selalu membuat saya terkagum-kagum. Coba liat foto yang judulnya, hmmm, argh hampir semua fotonya Untitled, pokoknya ada satu foto yang menampilkan seseorang yang seolah-olah terjepit oleh bayangan dari bangunan-bangunan sekitar, sungguh pengamatan yang luar biasa.


Dalam street photography kejelian atau intuisi kita lah yang ditantang, intuisi untuk bisa memahami melalui melihat hal-hal yang ada di sekitar kita, lalu bereaksi ketika melihat objek menarik disaat momen yang menarik pula, lalu dapatlah kita foto yang “ajaib” itu. Elliot Erwitt, salah seorang legenda street photographer asal Perancis pernah berkata, “As a photographer you have to be invisible.” Seorang street photographer yang pandai tidak akan merusak ritme dari kehidupan yang ada disekitar mereka, tetap bergerak seolah-olah tidak ada kita disana.

 

Begitu juga ketika kita melihat foto-foto street, jika kita tidak memiliki imajinasi yang liat, tidak punya kepekaaan sosial, ketelitian, juga rasa humor maka kita tidak akan bisa memahami apa yang terbingkai, lebih baik hentikan niatmu untuk bertanya “POI nya apa ya?”

Lalu kenapa itu hitam putih?

Kebanyak dari foto-foto street memang dibalut dengan tonal hitam-putih. Alasannya ialah Dengan hitam putih kita lebih bisa mengekspose garis, bayangan, teksture serta komposisi. Selain itu, kesedehanaan dari hitam-putih itu membuat foto menjadi ringan. Dilain hal hitam-putih akan menguatkan karakter sehingga menampilkan kesan elegan dan artistik.

Sekilas memang hitam-putih menjadi sebuah identitas bagi setiap street photographer, namun itu tidaklah benar. Menurut saya pribadi hitam-putih adalah cara untuk menunjukan kesederhanaan, masalah kesan artistik adalah urusan nomor dua.

So, jangan terlalu mengidentikkan foto street itu cuma mengedepankan ke-BWannya. Liat lah lebih dalam, warnai tiap inchi dari foto itu dengan imajinasimu.

Jika kalian percaya kalau foto itu bisa berbicara, maka kalian butuh imajinasi untuk bisa mendengarnya. Selamat menikmati keajaiban-keajaiban di sepanjang jalan.
 


Coba buka beberapa link ini:


dan inilah para snapshoter kebanggaan saya:
dan masih banyak lagi.


dan inilah beberapa momen yang saya lihat:

Kamis, 11 Februari 2010

Mari Berkontribusi.

Bagi kalian yang ingin berkontribusi dan meramaikan blog ini, kami menerima dengan senang hati dan riang gembira seperti anak tk main di perosotan.

Kontribusi kalian bisa berupa:
  • Liputan Acara: liputan pameran, workshop, seminar atau apapun. 
  • Foto: bisa berupa essay foto, maupun foto tunggal karya kalian yang ingin di"umbar" atau dibahas
  • Artikel: bisa berupa tulisan tentang fotografi, review produk,
  • Atau apapun yang berhubungan dengan fotografi deh...

kita nggak akan ngebatasin kontribusi kamu, bebas aja. Kalau kalian ada yang berminat langsung hubungi kami ke fb atau langsung email aja ke memangterlalu@gmail.com.


 atas perhatiannya kami ucapkan terima ateng bawa kayu, tengkyu.