Minggu, 23 Oktober 2011

[Patut Diberi Salut] Anissa Utami Seminar : Panjatkan Syukur Melalui Foto


Bagi Anissa Utami Seminar, fotografi adalah hal yang menyenangkan, tidak rumit, dan menjadi medium alternatif penerjemah pesan. Kegemarannya jalan-jalan sejak kecil membawa gadis yang akrab dipanggil Ayie ini selalu ingin mendokumentasikan keelokan sejauh mata memandang.

Lahir di Kanada dan mengenal fotografi berawal dari sekedar iseng belaka. Bagi Ayie, melukis cahaya melalui viewfinder juga dapat diartikan sebagai bentuk rasa syukur kepada yang Maha Pencipta atas anugerah keindahan alam dan segala isinya.

Di sela-sela kesibukannya menggeluti semester akhir di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran. MALU berkesempatan mengisi senggang waktu berbincang-bincang dengannya tentang filosofinya memotret dan kegemarannya akan travel photography



Selasa, 18 Oktober 2011

[Patut Diberi Salut] Hafidz Novalsyah: Membingkai Dunia Dengan Rasa dan Keyakinan


Awalnya, saya ingin mencantumkan tempat ia bekerja di bagian judul untuk menunjukkan betapa dia hebat. Namun, setelah saya membaca jawaban-jawaban serta foto-fotonya, ternyata saya salah, dia memang patut diberi salut apa adanya. Tanpa harus  perlu disebut profesinya sebagai fotografer majalah National Geographic Indonesia sekali pun.

Dia adalah Hafidz Novalsyah, pemuda yang seumuran sama saya. Sayang, kalian tidak begitu tahu berapa umur saya, jadi saya perlu memberi tahu kalau saya dan Hafiz sama-sama berumur 23. Kita juga sama-sama kuliah Komunikasi, sama-sama pecinta fotografi, bedanya Hafiz lebih menggiati dan menjadikannya sebagai profesi, pun tempat kerjanya dianggap mumpuni bagi para pegiat fotografi lainnya. Tapi ada yang satu hal pasti yang membedakan saya dan Hafiz, saya sudah lulus kuliah. Haha. *becanda Fidz.

Menyaksikan foto-foto dokumenter Hafiz itu sangat menarik. Eksplorasi angel dan momennya membuat foto menjadi bernyawa karena bercerita. Kedalaman observasi pun selalu dilakukan  Hafidz ketika akan melakukan pemotretan ke suatu tempat atau acara. Selain itu, rasa dan keyakinan menjadi dua jurus utamanya dalam mengamalkan fotografi dokumenter.

Dari pada ngalor ngidul mending langsung aja kita simak siaran langsung dan bisa diulang-ulang semaumu, hasil wawancara saya dengan bung Hafidz ini. Banyak cerita inspiratif dan ungkapan-ungkapan diplomatis yang patut kita catat dan renungi.

Mari…

Gang Ampiun

Senin, 17 Oktober 2011

Workshop dan Pameran Fotografi "PANCASILA HARGA MATI" (GRATIS namun TERBATAS))





Sebuah workshop yang menarik sekaligus menantang nih kawan. Galerin Fotografi Jurnalistik Antara menggelar sebuah workshop fotografi gratis untuk kita para anak muda. GFJA bekerja sama dengan Grafisosial mengajak kita untuk memberikan opini kita mengenai Pancasila dalam bentuk karyafotografi..

Workshop yang akan digelar pada November 2011 ini dibatesin hanya untuk 15 orang dengan batas usia 15-25 tahun. Jadi untuk bisa ikut workshop ini, kita harus melewati proses seleksi dulu. Nantinya, kita bakal dikasih materi tentang fotografi serta pemahaman tentang Pancasila. Setelah itu, kita ditantang untuk bikin karya fotografi yang berkaitan dengan pancasila.

. Tertarik untuk coba? silahkan kirim hal-hal sebagai berikut:
1. CV, No. Kontak, dan portofolio berupa foto-foto bertema sosial.

2. Materi portofolio dalam bentuk pdf/jpf. maksimal 2 Mb dikirim ke alama email sekertariat@grafisosial.org cc: kurnia@grafisosial.org. Subject: Workshop Fotografi
3. Cerita singkat/opini mengenai pancasila (minimal 2 paragraf).


Deadline penerimaan lamaran: 31 Oktober 2011.
Pengumuman hasil seleksi peserta workshop:  3 November 2011.




Informasi lebih lanjut: Kurnia Setiawan (0816 1844751)
www.grafisosial.org



info ini disadur dari: sini

Rabu, 12 Oktober 2011

GajiPertama Award akan diberikan kepadaaa.... (lanjutan)


Pengumunan Pemenang Kategori Menulis Apresiasi Foto

Pengantar Juri

Sebuah foto bernilai seribu kata. Saya yakin kita semua pernah atau bahkan sering mendengarnya. Terlepas dari persoalan kita setuju atau tidak dengan ungkapan itu, ia menyiratkan bahwa foto, seperti halnya kata-kata, adalah ‘teks’ yang bisa dibaca. Namun sayangnya, walaupun fotografi sendiri sudah sangat merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang, di Indonesia tulisan-tulisan tentang pembacaan fotografi masihlah jarang ditemukan. Kalaupun ada, seringkali tulisan-tulisan tersebut hanya dibuat oleh kalangan akademis (kritikus/kurator/dll.) dengan menggunakan bahasa yang sedemikian rumit, yang alih-alih mencerahkan, malah membingungkan. Saya tidak akan menyalahkan mereka karena saya yakin tulisan mereka memiliki fungsinya sendiri. Namun yang saya khawatirkan adalah ketika tulisan mengenai fotografi hanya didominasi tulisan ‘berat’ seperti itu, peminat fotografi di Indonesia akan semakin menjauhi tulisan-tulisan fotografi karena berpikir mereka begitu sulit untuk dipahami. Akhirnya ketika berbicara fotografi kita lalu hanya berkutat pada masalah pembuatan foto saja.

Dengan latar belakang demikian, kompetisi apresiasi foto yang diadakan Memang Terlalu buat saya adalah langkah konkrit yang sangat bermanfaat dan memang diperlukan. Saya masih percaya bahwa pesan kritis tetap bisa disampaikan dengan bahasa populer yang bisa dimengerti tiap orang. Dalam menulis apresiasi foto tidak ada benar/salah dalam posisi yang diambil (suka/tidak suka), maupun aspek fotografi yang dibahas (teknis/non-teknis) Tulisan yang saya pilih sebagai pemenang kompetisi pun bukanlah karena ia respon yang ‘benar’ terhadap foto yang diapresiasi, melainkan karena menurut saya si penulis bisa mengkomunikasikan dengan baik apa yang ia rasa dan dapatkan dari karya foto yang dia apresiasi, karena menuangkan pikiran ke dalam bentuk tulisan bukanlah sesuatu yang mudah.

Pembacaan sebuah foto oleh seorang pelihatnya bisa saja tidak sama dengan ide yang ada di benak si fotografer ketika menghasilkan karyanya. Yang muncul di kepala dua orang yang melihat foto yang sama pun bisa berbeda. Sah-sah saja. Yang menarik lalu adalah ketika ide-ide yang berbeda dari karya yang sama itu bisa kita sandingkan. Perbedaan memperkaya tafsir, dan memahami sesuatu dari berbagai sudut pandang tentunya akan membantu fotografer sendiri dalam berkarya. Dengan adanya kompetisi seperti ini mudah-mudahan teman-teman semakin terdorong dan bisa memberanikan diri untuk menuangkan ide pikirannya tentang fotografi.


—Kurniadi Widodo

Pemenangnya adalah 

Suryo Gumilar
Berhak atas Buku Novel Grafis SANG FOTOGRAFER dan LEATHER STRAP 

Apresiasi Foto "Untitled" (Arif Furqan) oleh Suryo Gumilar
Apresiasi Foto "Untitled" (Arif Furqan) oleh Suryo Gumilar

Foto ini diambil oleh sdr. Arif Furqan dan diunggah di fotografer.net dengan judul #FNstreet. Di sanalah untuk pertama kali saya melihat foto yang saya anggap mencengangkan ini. Foto ini tetap mencengangkan bahkan setelah saya melihatnya berulang kali.
Mari kita bedah foto ini bersama-sama. Foto, seperti layaknya medium penduplikasi realita, punya dua makna, yakni tersurat dan tersirat. Makna tersurat adalah elemen atau objek apa saja yang kelihatan pada gambar.
Pada foto di atas, kita bisa melihat teralis besi yang biasanya terdapat di pertokoan. Lalu di belakangnya, sebuah gambar atau potret. Foto dalam foto itu sendiri, sudah menarik buat saya. Dalam foto di balik teralis, tampak gambar perempuan berkerudung. Di belakang sang perempuan terlihat sebuah bangunan seperti menara.
Dari segi estetika, elemen dan komposisinya begitu sederhana. Penempatan satu elemen yang menjadi 'tokoh utama cerita' yaitu si perempuan berkerudung mengikuti kaidah 'Rule of thirds'. Ini turut mendukung makna kedua, yaitu makna tersirat yang mau tak mau menyeruak dari foto ini.
Lalu apa makna yang tersirat dari foto ini. Makna yang bersifat kultural atau historis buat saya, adalah tentang isu agama dan kaitannya dengan perempuan sebagai subjek (atau objek lebih tepatnya?)
Saat membahas makna tersurat, saya telah menyebutkan elemen-elemen dalam foto, dengan urutan dari depan ke belakang. Dalam makna tersirat, saya coba membahas elemen-elemennya dari belakang ke depan.
Setidaknya ada dua makna tersirat yang bisa saya lihat dalam foto ini. Yang pertama, dari menara pada latar belakang foto perempuan, mirip dengan menara Masjidil Haram di Mekkah. Kota pusat agama Islam. Kerudung,mensimbolkan perintah agama. Disini perintah tentu saja tidak terbatas pada perintah berkerudung tapi semua perintah atau aturan yang ditujukan untuk perempuan sebagai tokoh didalam foto.
Dan “punctum” atau elemen  yang menusuk pikiran saya dalam makna tersirat foto ini justru berada di bagian depan, yakni teralis besi. Benda ini menyimbolkan kungkungan, sebuah kerangkeng bagi sang perempuan.
Agama, sejatinya adalah petunjuk untuk membimbing umatnya dalam koridor kebaikan, kebaikan yang terkodefikasi menurut standard agama yang bersangkutan. Agama juga menuntut umatnya untuk taat, kadang tanpa tanya. Celakanya, ketaatan tanpa tanya ini sering dimanfaatkan untuk tujuan politis. Kaitannya dengan perempuan dalam masyarakat patriarkal, kaum prialah yang memegang kendali. Kerangkeng ini menyimbolkan masyarakat ‘kebapakan’ tersebut dan interpretasi agama oleh 'penguasa' untuk 'mengendalikan' perempuan.
Adalah benar bahwa perintah agama mengalami banyak interpretasi. Contohnya soal kerudung atau jilbab. Dari Kordoba, Afrika Utara, Jazirah Mesopotamia, Hindustan, hingga Asia, aplikasi kerudung punya banyak varian. Dari shayla yang relatif longgar (seperti yang dipakai perempuan dalam gambar) hingga Niqab atau Burka yang tertutup. Namun interpretasi-interpretasi ini ditentukan oleh ulama-ulama yang mayoritas pria. Padahal ia  untuk kepentingan perempuan.
Disinilah 'otorisasi' teralis besi ditedengkan, tepat di muka sang perempuan. Kadang begitu keras bak besi sehingga pada negara atau tempat yang relatif ketat, perlu polisi susila yang mengatur perempuan bersikap.
Elemen-elemen foto yang kita bahas juga punya makna tersirat yang lain. Jika sebelumnya saya mengupasnya dari sisi interpretasi oleh pemimpin patriarkal, kali ini saya mencoba mengupas dari sisi perempuan sendiri.
Makna tersirat kedua yaitu simbolisasinya sebagai persepsi perempuan atas dirinya terhadap agama/perintah agama sebagai identitas, serta persepsi ‘pihak luar’. 
Di dunia muslim kontemporer, salah satu isu yang mencuat adalah isu penempatan dirinya (positioning) dalam komunitas modern. Kaum muslimin saat ini dihadapkan dengan persoalan pencarian identitas. Siapakah dirinya dan bagaimana ia menempatkan diri di dunia modern ini? Bagaimana ia memandang tradisi Islamnya dalam dunia modern dan global? Isu ini makin menguat setelah peristiwa 11 September, sehingga foto ini juga turut menguat konteksnya untuk saat ini.
Tarik-menarik yang menjadi pergulatan dalam dunia kontemporer, sebagai pembuka atas interpretasi kedua dalam pembahasan ini. Memang benar isu pergulatan identitas ini diderita baik oleh laki-laki dan perempuan. Namun penderitaan lebih dirasai oleh perempuan, sebab atribut Islam begitu tampak di mata orang lain (disebabkan kewajibannya untuk berkerudung). Sementara busana tidak terlalu mengganggu untuk kaum laki.
Kaum laki bisa secara klandestin berbaur dengan masyarakat majemuk tanpa ada penempelan atribut berarti, kecuali mereka memang mengutarakannya. Sementara perempuan yang ‘taat’, mengalami hal ini. Di sini, perempuan muslim dihadapkan pada tarik-menarik antara tradisi berhijab, dan posisinya di masyarakat, serta bagaimana ia menyikapi dirinya.
Gambar perempuan berkerudung mensimbolkan identitas, tradisi. Kita sebagai penikmat foto berperan sebagai mata dunia, si ‘pihak luar’ yang memandang perempuan muslim di balik teralis besi perbedaan persepsi dan tradisi.
Pada interpretasi makna tersirat kedua ini, teralis besi menyimbolkan ‘tumbukan budaya’, perbedaan cara pandang dan tradisi. Si perempuan adalah tesis, pembaca adalah antitesis dan teralis besi sebagai sintesis.
Mata perempuan yang melihat langsung ke kita yang menontonnya juga seolah balik bertanya, “bagaimana kamu wahai penonton, melihat diriku dan identitasku di balik ini?”
Jadi, pada interpretasi makna tersirat pertama, teralis besi menyimbolkan otorisasi terhadap diri sang subjek/tokoh. Sedangkan pada interpretasi kedua, teralis disimbolkan sebagai sebuah sintesa atau dialektika, tarik-menarik (kalau saya boleh menyebutnya begitu) antara tokoh, tradisi, dan ‘penonton’. Sementara untuk elemen-elemen lain punya makna tetap. Tampaknya, baru dua interpretasi saja yang saya temukan atas foto sdr Arif Furqon tersebut.

Juara Favorit:

Dicky Jiang 
Berhak atas Kaos MemangTerlalu

Apresiasi Foto "Untitled' (Kurniadi Widodo) oleh Dicky Juwono
Saya menemukan banyak hal menarik dari foto ini, walaupun secara sekilas foto ini tampak sederhana. Secara konten foto ini memiliki makna yg lebih daripada apa yg kita bisa lihat. Dengan mempergunakan 4 element objek (Kapal Laut, Manusia, Dermaga, dan horison). Dua orang manusia sedang memandang jauh ke arah laut, dimana jauh di-horison berjajar tiga buah kapal laut besar, Kita mendapatkan sebuah sensasi keheningan, serasa semua objek dalam foto ini berhenti untuk satu saat tertentu. Membuat kita berpikir apa yang sedang dipikirkan oleh dua manusia ini ? apakah mereka mempunyai "hubungan" tertentu dengan Kapal-kapal laut disana? Keberadaan dermaga di antara kedua objek manusia juga memberi nilai tambah terhadapap karya ini, selain memberi tambahan tekstur bagi keseluruhan gambar, keberadaan dermaga yang secara umum bisa membantu agar kita dapat lebih dekat kepada objek kapal tidak dipergunakan oleh kedua manusia itu. mengapa? apakah ada ke"enganan" dari diri mereka untuk lebih dekat? Dengan di-presentasikan secara Hitam & putih juga sangat memebantu dalam menambah "mood" dari karya ini. Hal lain yang menarik dan akan pertama-tama mendapat komentar dari orang yang melihat karya ini adalah: komposisi. Hal pertama yang akan muncul dalam pikiran kita adalah tampak karya ini "nanggung" , kurang simetris. Tetapi mengapa kita tetap menghabiskan beberapa detik dari waktu kita untuk mengikuti alur geometri yang terdapat pada karya ini. Karena tanpa disadari karya ini memiliki geometri yang hampir sempurna. Itulah alasan mengapa walaupun secara kasat mata komposisi pada karya ini tampak "nanggung" atau tidak simetris, kita tetap dapat merasakan suatu geometri yang dinamis. kenapa ? Jawabannya Golden ratio. Sulit menerangkan dengan kata-kata, karena itu saya meng-attach karya ini setelah saya tambahkan diagram golden ratio di atasnya (gambar B), dan yang lebih menarik lagi, karya ini tetap "masuk" walaupun diagram golden ratio nya dibalik (Gambar C) Golden ratio dalam sebuah karya foto ataupun karya visual lainnya bukanlah suatu hal yang "utama", tapi dengan adanya Golden ratio dalam sebuah karya, akan memberikan suatu nilai tambah yang terkadang tidak disadari oleh pelihat karya tersebut. terima kasih



karya-karya the best lainnya:

Apresiasi Foto "Adaw!!!" (Yusfan Wahyudi) oleh Yohanes Chandra
Apresiasi Foto "Adaw!!!" (Yusfan Wahyudi) oleh Yohanes Chandra Kepala adalah bagian tubuh yang paling terhormat dari seseorang; bagian teratas dari seseorang. Kecuali tukang cukur, untuk menyentuh kepala akan memerlukan ijin khusus dari sang empunya kepala. Kesalahan dalam memperlakukan kepala orang lain sering akan memicu keributan, karena harga diri seorang, ada di kepalanya. Sebaliknya, kaki adalah bagian paling rendah; bagian paling bawah. Bagian tubuh yang sering dianggap rendah dan kotor. Meskipun demikian kaki adalah bagian yang paling kuat, dan menopang seluruh tubuh. Sebuah tim merupakan kumpulan pribadi, masing-masing dengan karakter yang berbeda. Masing-masing memiliki sisi kuat dan sisi lemah. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Agar sebuah tim dapat bergerak sesuai dengan tujuannya, setiap anggotanya harus mengerti kemampuannya, dan mengerti peranannya di dalam tim tersebut. Sebagaimana kaki tidak dapat memimpin, demikian juga kepala tidaklah sanggup menopang seluruh tubuh. Dalam sebuah tim, bukan lagi ego pribadi yang menang, tetapi keberhasilan bersamalah yang paling penting. Ada pengorbanan-pengorbanan yang harus ditempuh untuk meraih cita-cita bersama. Orang yang berada paling bawah, justru adalah orang-orang yang paling kuat dalam tim tersebut. Jika orang yang lemah ada dibawah, hanya kehancuran yang akan menanti. Sebaliknya, yang kuat haruslah menopang yang lemah. Semakin tinggi tujuan yang ingin diraih tim, makin berat beban beban yang harus dia topang. Yang ringan dan cekatanlah yang akan menentukan laju perjalanan. Jika yang ada di bawah harus memikul beban berat badan rekan yang di atasnya, maka orang yang ada di atas harus memikul beban tanggung jawab atas pengorbanan rekan-rekan yang sedang menopangnya. Semakin tinggi ia berada, semakin banyak pula rekan yang sedang menopangnya saat itu, dan semakin besar pula tanggung jawab yang harus ia pikul. Di saat seseorang merayap naik, tidak jarang kakinya harus berpijak pada kepala rekan yang menopangnya. Apakah rekan yang menopang harus marah? Harus merasa harga dirinya terkoyak karena kepala yang diinjak-injak? Dan perlukah yang menginjak merasa puas karena dapat menginjak-injak kepala rekannya? Tidak perlu kita tanyakan seberapa kotor kaki itu, atau kapan terakhir kali orang yang dibawah mencuci rambutnya. Itu bukan lagi hal utama, itu bukan suatu tujuan. Keberhasilan dan tujuan bersama, harus mengalahkan ego masing-masing pribadi. Harga diri perseorangan digantikan dengan harga diri sebuah tim. Tujuan yang satu sebagai sebuah tim. Kemenangan bersama. Bukan siapa yang diatas dan siapa yang dibawah. Bukan siapa yang terinjak dan terluka, dan bukan pula siapa yang berada di puncak. Tetapi satu untuk semua, dan semua untuk satu.


Apresiasi Foto Dearly Departed (Debbie Tea) Oleh Agung Aribhowo
Apakah yang terbayang jika kita mulai melepaskan pijakan ini dan terbang. Dan mengapa memilih terbang? karena di atas sana adalah sebuah area yang luas. Saya teringat dengan seseorang illusionist di era 90an,yaitu David Copperfield Dengan salah satu trik sulapnya yang memukau yaitu melayang di udara atau terbang, Ia berhasil mewujudkan impian masa kecilnya untuk terbang, ia mampu menembus batas logika saat ia mulai melayang, walau dengan sebuah trik, sebuah trik yang jenius. Rasa untuk terbang melayang atau sensasi terbang memang sungguh luar biasa,cobalah sesaat mendongakan kepala dan melihat langit yang bersih, hiruplah udara sebanyak banyaknya dan khayalkanlah diri untuk terbang, merasakan hembusan angin, menyentuh awan, atau bersama kawanan burung yang bermigrasi, waw luar biasa! Terkadang saat pagi ketika mulai beraktifitas berangkat ke tempat kerja,saya sesekali melakukan hal tersebut di dalam angkutan, ya cukup membawa kelegaan dan refreshment,walau cuma khayalan semata. Mungkin suatu saat nanti kita bisa melayang,berpindah tempat dengan terbang,atau menggunakan baling-baling bamboo sebagai alat transportasi,ya satu saat nanti. Sensasi lain yang mungkin bisa di coba adalah dengan menaiki sepeda lalu membentangkan tangan sambil mendongak ke atas,ya saya terkadang mendapatkannya sebelum akhirnya saya harus mengendalikan sepeda kembali *berbahaya hehehe… Kala kita tebang kita bisa melihat pemandangan dari sudut lain,sebuah point of view yang baru,seperti burung elang yang bisa melihat mangsa dari kejauhan,atau seperti satelit yang mengitari bumi dan melihat segalanya dan akhirnya pandangan kita tebuka akan hal baru. Akhir-akhir ini saya sering mendengar kalimat “Zamrud Khatulistiwa” ya kalimat yang merepresentasikan Indonesia,menurut saya, yang terbayang di benak saya adalah : kita bisa melihat hamparan pulau hijau menyerupai zamrud,yang membentang di antara garis khatulistiwa dan sekali lagi itulah yang bisa kita lihat dari pandangan di atas,menakjubkan. Sebuah sudut pandang dari atas,sebuah nama yang indah yang kita bisa berikan ketika kita melihatnya dari sudut atas,juga tengoklah “Great Barrier Rief “ di Australia,atau susunan Tembok Cina.Entah mungkin puluhan kalimat bisa terucap jika kita bisa melihat dari sudut berbeda,dari sudut ketika kita terbang. Entah dengan sayap atau dengan mendorong angin, terbang memang membebaskan,terbang adalah sesuatu yang hampir tak terbatas namun terbang juga mengandung sebuah tanggung jawab,seperti halnya Superman,Gatotkaca,dan para superhero hasil imajinasi para komikus. Mereka diberi anugrah untuk bisa terbang,dan mereka memanfaatkan hal tersebut untuk menolong sesama. Dan gravitasi adalah salah satu hal yang mengingatkan kita untuk selalu menapak.


Apresiasi Foto "Untitled" (Bey Shouqi) oleh Ian Adiartha
Tangga-Tangga Menuju Kesuksessan Jalan tengah bukanlah berarti menang, kemarin engkau sekarang diriku. Melainkan turun kah setengah atau naik kah setengahnya pengharapan kita. Seumpama tangga adalah daya ungkit yang luar biasa agar kita mampu mencapai yang lebih baik dan lebih baik lagi. Orang yang lemah tangga-tangga kesuksesan merupakan tangga yang terjal dan berliku karena hidupnya hanya dipenuhi dengan keluh kesah dan beranggapan bahwa dunia ini tidak adil, kenapa hal itu terjadi pada dirinya sehingga dia menyebarkan kebencian agar orang lain menderita sebagaimana penderitaan yang dirasakannya. Naik dan turun inilah yang memungkinkan terbentangnya anak tangga yang berundak menuju tata cara kehidupan yang lebih tinggi. Tidak banyak orang yang berhasil mencapai tangga kesuksesan tanpa melewati pengorbanan dan kesulitan. Sebagian besar mereka yang berhasil mencapai tangga kesuksesan dalam kehidupan pernah mengalami berbagai tantangan, kesulitan dan pengorbanan. Namun mereka yang mencapai tangga kesuksesan ini tidak pernah menjadikan kesulitan, tantangan dan pengorbanan sebagai kegagalan. Mereka menjadikan kesulitan dan kegagalan sebagai bagian dari proses perjalanan suksesnya. Resepnya, antara lain, tidak mudah berputus asa, memiliki keberanian mengambil resiko yang terukur, berani mengambil tindakan. Kalau melakukan kegagalan, mereka berusaha memperbaikinya dan terus bekerja, hingga akhirnya mencapai kesuksesan. Tanpa efek naik turun, bukanlah tangga yang terbentuk melainkan benteng tinggi menjulang atau jurang yang dalam menjatuhkan kita dari karier kesuksessan itu. Difoto ini kita memahami dua Objek/model si A dan si B sebagai ilustrasi tangga kesuksessan itu yang berjuang untuk mencapai tujuan. Si A menghadapi tangga kesuksessan itu nampak tidak siap dalam tantangan kehidupan, hal ini tercermin bahwa tujuan yang hendak dicapai sudah hampir nampak. Namun karena kurang siap menghadapi sesuatu Dia nampak tidak mampu dan sudah kehabisan semangat untuk mencapai tujuan akhir. Si B memulai langkah secara bersamaan dengan si A tetapi nampaknya si B memulai sesuatu dengan persiapan dan perencanaan yang mantap untuk mencapai suatu tujuan walaupun sejumlah anak tangga yang harus ditempuh masih panjang dan berliku dia mampu melaluinya. Pada titik yang bersamaan nampaklah bahwa si A sudah tidak mampu untuk melanjutkan perjalanannya sedangkan si B masih tetap tegar. Melalui foto ini mengajak kita generasi muda untuk memahami tentang tangga- tangga kehidupan sebab perjuangan mencapai tujuan membutuhkan persiapan dan perencanaan, Permasalahan tidak menjadikan kita putus asa, Hadapi tantangan dengan penuh percaya diri. Dengan kata lain, semakin besar hidup yang anda inginkan, semakin tinggi tangga kesuksesan yang Anda lalui, maka dari itu semakin besar keberanian menghadapi resiko dan tantangan yang datang. Keberhasilanmu lulus hari ini ibarat keberhasilanmu melewati satu tangga dari belasan tangga kehidupan yang harus kau lalui.

'Gaji Pertama Award' Akan Diberikan Kepadaaa....


Kalau boleh mingjem kata2 syahrinsky atas keberlangsungan lomba ini dengan kalimat: Sesusomething very-very banget . Karena begitulah adanya. Ada sebuah perasaan senang yang abstrak, sulit didefinisikan. Bukan karena tidak jelas bentuknya. Melainkan karena kadarnya terlalu banyak. Melebihi muatan truk container ban 20!. 

Akhirnya tahun ini kami bisa menggelar sebuah lomba lagi. Walau dengan skala kecil tapi ternyata banyak peningkatan yang terjadi. Tahun kemarin jumlah pengirim karya ada 39 orang. Nah tahun ini mencapai angka 52+7. Ada 59 email yang masuk dengan subjek Lomba Foto Perjalanan dan Apresiasi Foto. Angka tersebut memang gak seterkenal km 97 di cipularang, tapi bagi kami yang masih begini-gini aja, angka segitu udah bikin seneng banget. Ternyata respon serta apresiasi kalian untuk kami masih besar. Dan yang paling penting, semangat kita, generasi muda, untuk berkarya sangat tinggi. Sedikit banyak, kami berharap hal kecil yang kita lakukan ini bisa membawa fotografi indonesia ke arah yang lebih seru lagi. Uhuy.  Padahal hadiah lomba ini nggak seberapa, nggak ada tai-tainya dibanding karya dan semangat kalian. Padahal prestasi ini nggak cukup kredibel untuk dicantumin di CV. Uh..

Akhir kata, MALU mengucapkan terima kasih lahir-batin untuk apresiasi dan konstribusi kalian semua, lalu kepada semua pihak yang membantu berjalannya acara ini, dan kepada kepada kepada lainnya..

Tetap setia bersama kami pren, kami ada karena kalian semua memangterlalu!

Tunggu event berikutnya ya, Salam MemangTerlalu!


dan ini dia yang terpilih

Juara 1:

Idham Rahmanarto – untitled 
Berhak untuk hadiah: Traveller Drybox 

Juara Favorit:

Bagus Galih Hastosa – Gunung Batur 
Berhak untuk hadiah: Kaos Fotografi Memangterlalu: Merk Kamera Bukan Agama Kreatifitas Yang Utama


dan inilah foto-foto terbaik dari yang paling the best lainnya



Dan inilah 10 foto terbaik dari yang paling the best:


Primus Fransiskus
Judul: PT. KAI (Pak, Tolong Kami Antarkan Impian)

Fathurrahman Hibban
Judul: Sahabat

Muhammad Kahfi
Judul : Saya Pulang

Juliardy Yuwono
untitled

Putri Fitria
untitled

Rangga Prayuga
Judul: KAWAH GUNUNG PAPANDAYAN

Ngusman
Perjalanan Spiritual

Muhammad IQbal
Judul: MENUJU BROMO!


...bersambung ke sini