Biasanya, kebanyakan fotografer yang sudah berada di ranah komersil merasa nyaman dengan keberadaannya. Project yang mereka kerjakan hanyalah project pesanan semua. Tapi, ketika kami melakukan observasi kecil-kecilan tentang Evelyn Pritt seketika stigma itu runtuh. Pasalnya, selain masih aktif melakukan pemotretan yang komersil, wanita fotografer yang akrab disapa Epel ini masih getol membuat proyek personal.
Pameran-pameran skala nasional pun beberapa kali memajang karya-karyanya. Di antaranya yang kami sempat kunjungi adalah pameran “Mata Perempuan, Seharusnya..” yang dikurasi oleh fotografer senior Erik Prasetya dan yang paling gress adalah pameran “Beyond Photography” sebuah pameran yang mencoba mendefinisikan ulang makna serta wujud fotografi di Indonesia sekarang, nama Jim Sipangkat dan Asmudjo yang menjadi kuratornya.
Ketertarikannya dengan fotografi komersial dimulai ketika ia bekerja di sebuah agenci iklan, saat itu ia menjabat sebagai seorang web desainer. Mengenai fotografi komersilnya, lulusan Desain Komunikasi Visual ini sering mengerjakan pemotretan untuk produk dan model (fashion). Dalam sesi wawancara via email ini Epel berbagi cerita dari mulai proses kreatif dalam pemotretan hingga keterlibatan wanita di dunia fotografi.
Hi Evelyn, apa kabar dan apa kegiatan kamu saat ini ?
Halo Indra, kabar baik. Sekarang lagi merapihkan portfolio dan beberapa personal project.
Wah apa aja tuh kalo boleh tau?
Lagi melanjutkan project Build/Destroy tentang perubahan kontur tanah akibat pembangunan/penghancuran oleh manusia. Foto ini sebagian sudah dipamerkan di pameran Beyond Photography tapi sebenarnya belum selesai. Masih ada beberapa lokasi lagi yang mau saya foto di Jawa Barat dan Singapore. Selain itu ada 2 project lain tentang ilusi visual, belum bisa cerita banyak karena masih di awal project :D
Waw, sejak kapan memang kamu mulai mengenal dunia fotografi ?
Dari SMP kelas 1, belajar sendiri dan ikut beberapa workshop.
Bagaimana bisa sampai terjun ke dunia komersial?
Dulu pernah kerja di perusahaan iklan jadi memang tertarik dengan komersial.
Saya sering lihat kamu masih pake kamera analog yah untuk motret? Ada alasan tersendiri mengapa masih doyan fotografi analog?
Iya kadang saya masih foto dengan kamera analog tapi jarang untuk pekerjaan komersil. Suka warna & grain-nya, terus hasilnya tidak bisa langsung dilihat, kadang ada debu/kotoran di hasil scan (tidak sempurna), juga memotret jadi lebih pelan dan hati-hati.
Sebelum memotret apa sih kamu persiapkan ? Atau mungkin punya filosofi sendiri dalam memotret ?
Nggak ada filosofi, foto aja apa yang dianggap menarik dan kenalin karakter peralatan yang digunakan.
Ada yang pakai persiapan dan ada yang nggak. Untuk foto yang agak lokasinya jauh, persiapannya sedikit riset tentang obyek yang akan difoto, dan kalau outdoor cek ramalan cuaca, arah matahari, atau cek tabel pasang surut ombak kalau fotonya di pantai. Persiapan ini supaya tidak buang-buang waktu dan juga biaya :)
Apa project pertama mu?
Iklan pertama yang dikerjakan Nokia dan company profile pertama kalau nggak salah untuk British Council.
Jika kamu ingin membuat sebuah konsep foto, influence darimana yang paling kamu cari ? bisa ceritakan tentang influence tersebut ?
Influence bisa dari mana saja, apa yang sering dilihat, dipikirkan dan dirasakan adalah influence. Biasanya influence tidak dicari tapi secara tidak sadar kita terpengaruh.
Apa influence-influence yang datang itu menjelma, dan menjadi insting dan feel kamu untuk memotret ?
Ya bisa jadi.
Antara insting/feel dengan skill teknis fotografi, bagaimana sih korelasinya saat proses kreatif memotret atau malah ada prioritas di antara itu?
Skill teknis fotografi setiap orang bisa sama tapi insting & feeling setiap orang lebih beragam. Skill dibutuhkan untuk membuat apa yang kita inginkan dalam bentuk foto. Insting dan feeling bisa membedakan hasil karya kita dengan yang lain. Dua-duanya sama penting. Rasanya sambil mempelajari skill, insting dan feeling bisa ikut berkembang juga.
Ada proyek komersial apa yang paling bikin kamu puas dengan hasil dan prosesnya? Bisa ceritakan..
Banyak hehehe… Yang baru2 ini untuk iklan Pepsodent, saya harus foto banyak anak kecil dan beberapa makanan, dan semua difoto dari atas. Brief yang saya terima adalah jangan terlalu banyak proses digital imaging dan lighting mau dibuat seperti yang biasanya saya buat. Jadi semuanya diusahakan udah sempurna pada saat pemotretan. Timnya semua oke dan art director-nya juga oke, membebaskan tapi tau dengan jelas apa yang mau didapatkan.
sumber foto: blog.evelynpritt.com |
Pernah nggak kamu merasa sulit menuangkan konsep kreatif kamu ke dalam sebuah foto ? apa yang biasanya kamu lakukan saat seperti itu ?
Pernah ada kesulitan teknis material untuk mencetak karya dan ada juga foto yang belum di-publish karena kesulitan mencari objeknya. Biasanya cari solusinya tapi sambil mengerjakan yang lain. Jangan terhambat karena kesulitan itu.
Ketika memotret untuk komersial, mau nggak mau kita harus merelakan sebagian besar idealisme kita dan mementingkan selera klien. Nah, ciri khas/identitas apa sih yang selalu dipertahankan? Lalu apa punya pengalaman seru bentrok dengan klien perihal konsep foto? Certain dong
Kadang ada client yang minta dibuatkan foto sesuai style kita, dan kadang ada juga yang minta dibuatkan dengan style lain. Kalau client sudah minta dengan style lain, susah juga mau mempertahankan style kita karena biasanya semua arahan (lighting, pose, digital imaging, make up sampai wardrobe) sudah ditentukan. Kalo udah seperti ini, yang bisa saya kasih ke client cuma masukan aja, kalau disetujui oke, kalau tidak disetujui ya udah.
Bekerja dengan client perlu diingat mereka kadang sudah punya brand visual guidelines, aturan-atuaran visual yang harus diikuti. Contoh, foto harus dengan background merah. Saya tidak suka warna merah, tapi mau tidak mau harus foto dengan background merah. Mungkin saya bisa kasih input merahnya sedikit di tone down atau kasih pilihan warna merah yang bagus, tapi keputusan akhir tetap di client.
Saya suka sekali dengan rangkaian foto karyamu yang berjudul "Ibu", menarik sekali, bagaimana cerita dalam proses kreatif karya tersebut ?
Seri "Ibu" dibuat untuk pameran Mata Perempuan 2, temanya "Perempuan Indonesia". Yang saya foto untuk pameran ini adalah kegiatan ibu saya sehari-hari di rumah tapi tanpa adanya ibu saya di dalam foto-foto tersebut. Ibu saya WNA yang sudah menjadi salah satu perempuan Indonesia.
Sejauh ini fotografi – khususnya di Indonesia – masih didominasi oleh kaum pria. Sebagai fotografer wanita, apa pendapat mu tentang hal ini?
Hehe… banyak pekerjaan lain yang masih didominasi pria kok. Mungkin karena fotografi kadang membutuhkan tenaga fisik atau ada beberapa pekerjaan fotografi yang medannya memang berbahaya.
Sejauh pengamatan dan pengalamanmu, apa sih yang membedakan antara foto hasil jepretan pria dan wanita?
Sebenernya nggak bisa disamaratakan. Mungkin hasil fotografer wanita lebih terasa emosinya, dan lebih provokatif. Kadang masalah teknis juga nggak terlalu diperhatikan yang penting apa yang mau disampaikan bisa sampai.
Selain itu, bagi banyak fotografer pria, terutama yang masih tahap hobi, wanita dianggap sebagai objek menarik untuk difoto. Sayangnya, Alih-alih membuat wanita terlihat indah dengan memotretnya, mereka malah membuatnya rendah. Sejumlah om-om dan mas-mas genit juga sering melakukan sesi foto model dengan cara kepungan. Para pria itu hanya menonjolkan daya tarik sensual wanita semata. Nah, bagaimana pendapatmu tentang hal ini? lalu bagaimanakah seharusnya kita ‘melihat’ wanita?
Hehehe… Tiap orang punya pandangan dan anggapan yang berbeda tentang wanita. Memang ada juga foto sesi keroyokan kayak gini, mungkin bisa belajar bersama dan mendapatkan portfolio (portfolio yang sama juga dengan peserta lainnya :P).
Ada yang bilang, foto itu sepeti jokes,kalo dijelaskan atau diceritakan berarti foto itu tidak terlalu bagus, kalo manurutmu gimana?
Kalau tidak perlu dijelaskan bagus, tapi kalau sampai harus dijelaskan juga tidak apa-apa. Ada beberapa karya foto yang harus dijelaskan secara singkat lewat caption atau dari judul karena yang bisa disampaikan lewat foto ada batasannya juga.
Saya berusaha supaya karya tidak perlu dijelaskan panjang-panjang karena membuat kata-kata itu sulit dan harusnya informasi visual lebih cepat ditangkap dari kata-kata yang dibaca atau didengarkan.
Oke, oh ya blog mu menarik sekali yah, selain karya fotografi, kamu juga suka sering meng-capture gambar dari googleearth,apa kamu punya obsesi dengan tempat-tempat yang kamu capture ?
Awalnya karena penasaran. Saya pernah dengar komentar bahwa kemampuan fotografer yang hidup di negara dengan dua musim (panas dan hujan saja) melihat warna dan cahaya akan berbeda dengan fotografer yang hidup di negara dengan 4 musim. Selain itu penasaran juga dengan jalanan di negara lain karena mendengar cerita kenalan yang menjual rumahnya di Itali dan sekarang sudah 4 tahun tinggal di karavan mengelilingi Australia.
Karena belum bisa saya lakukan sendiri (butuh dana), jadi coba "jalan2" dulu di Google Earth. Lama-lama jadi keterusan ke tempat-tempat lain. Obsesi justru ada setelah loncat sana sini di Google Earth hehehe. Menarik sekali, seperti melihat foto dokumentasi tapi 360°. Kapan yah Google Earth membuat street view kota-kota di Indonesia?
Apakah pekerjaan dan kehidupanmu sekarang adalah yang kamu idam-idamkan sejak kecil ?
Waktu kecil ada beberapa cita-cita lain tapi udah saya batalkan sendiri karena menurut saya nggak mungkin hahaha. Tapi sekarang senang sudah memilih fotografi sebagai pekerjaan. Banyak hal yang bisa dilihat dan dipelajari sambil bekerja.
Sebagai fotografer yang sudah berpengalaman, apa tips dari kamu untuk para pegiat foto di luar sana?
Banyak belajar dan banyak praktek/eksperimen, jangan terpaku dengan kategori fotografi tertentu, foto dan eksplor semua yang disuka dan dianggap menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar