INDAH ITU TAK BERMAKNA TANPA RASA SAKIT:
Sebuah ulasan foto Nobuyoshi Araki
Oleh SatrioNindyo Istiko
foto: Nobuyoshi Araki
Gadis itu masih mengenakan seragam sekolahnya. Beberapa tali melilit paha, pinggang, dan kedua tangannya. Tubuhnya pun bergelantungan dengan wajah menunduk dan mata yang tertutup. Pemandangan ini terlihat dalam hitam dan putih.
Dalam foto tersebut, Nobuyoshi Araki menggiring saya untuk menyelami masa-masa dimana masa puber itu dimulai. Di umur saya yang ke-20, masa itu belum sepenuhnya selesai. Apa yang saya bicarakan di sini adalah masa saat saat perkembangan seks sekunder saya mempemgaruhi pribadi saya. Tubuh yang sering dikenalkan sebagai alat yang dapat dikontrol oleh jiwa dan kesadaran manusia, ternyata tidak selalu hadir seperti itu. Ini saya sadari sebagai seorang laki-laki. Apalagi bagi perempuan yang harus menghadapi rasa sakit yang datang setiap bulan, seiring dengan keluarnya darah dari pangkal kedua paha mereka. Bagi saya, tali yang mengikat tubuh sang gadis dan kepasrahan yang terpancar dari wajahnya sangat menggambarkan masa itu.
Hitam dan putih adalah warna yang mampu menonjolkan kesederhanaan konsep itu dibandingkan kehadiran warna nyata dari kulit, seragam sekolah, tali, pita rambut, dan dinding di latar belakang foto. Lalu, keberadaan tempat tali diikat yang tak terlihat mengesankan sang gadis berada di bawah pengaruh yang Ia rasakan lebih besar dari dirinya sendiri. Tempat awal sebelum gadis diangkat juga tidak terlihat sehingga sang gadis terkesan sudah berada jauh di dalam kuasa pengaruh yang mengendalikannya. Detail foto ini menandakan kefokusan Nobuyoshi Araki dalam menggeledah keindahan setiap lekuk raga perempuan dan korelasinya dengan jiwa perempuan itu sendiri.
Fotografer yang lahir pada tanggal 25 Mei 1940 ini memang tidak malu-malu dalam mengutarakan emosi yang Ia rasakan pada perempuan. Setelah Ia menikah dengan Yako Araki, Ia bahkan menerbitkan sebuah buku kumpulan foto berjudul “Sentimental Journey” dengan istrinya sendiri sebagai model. Menjelang kematian istrinya, Ia kembali menerbitkan “Winter Journey” yang berisikan kumpulan foto istrinya di hari-hari terakhir hidupnya. Dari sini, terlihat bahwa penelanjangan yang Ia lakukan pada objek fotonya, yaitu perempuan, justru merupakan cara yang dirasakannya paling nyaman dan pantas untuk memperlihatkan kedalaman cintanya pada tubuh dan keseluruhan hidup perempuan.
Pada akhirnya, yang terpancar dari karya-karyanya bukan hanya kesan porno, tapi juga sensitivitas terhadap hasrat, kepribadian, dan pemikiran perempuan. Sepanjang kariernya, Nobuyoshi Araki tampaknya memang tidak pernah kehabisan ide dan rasa untuk mengeksplorasi tubuh perempuan yang memberikan rasa sakit sekaligus keindahan pengalaman yang mengubah hidup secara bersamaan, seperti menstruasi dan melahirkan.
numpang copy pelmnya dong kalo ada...
BalasHapus