Rabu, 05 Mei 2010

Malela, Si Cantik yang Tak Tersentuh

 Malela, Si Cantik yang Tak Tersentuh 
Berbahaya. Di bawah Curug Malela sendiri ada air terjun lagi. Jadi jika anda terseret arus, anda akan jatuh lagi di air terjun lain

photo by : Allan Rinaldi


Menikmati sajian wisata air terjun di negeri ini nampaknya sudah menjadi hal yang lumrah. Beribu-ribu air terjun menyuguhkan pesonanya masing-masing. Di daerah Jawa Barat, Curug (air terjun) Malela menyuguhkan sajian luar biasa yang tiada duanya. Namun sajian luar biasa ini, harus dicapai dengan perjalanan yang “luar biasa” pula. Destinasi ini jelas bukan pilihan untuk wisatawan manja.



Untuk mencapainya dari kota terdekat yaitu Bandung, anda harus mengikuti jalur menuju Kecamatan Gunung Halu, sekitar 40 kilometer Barat Daya Bandung. Selepas Kota Cililin, kondisi jalanan yang diselingi “trap hole” bertebaran. Setelah memasuki daerah Gunung Halu, anda harus mengikuti jalan menuju Simpang Bunijaya. Rajin-rajinlah bertanya, terutama kepada tukang ojek. Tidak ada petunjuk arah sama sekali.

Dari Simpang Bunijaya, kondisi jalan tidak jelek, tetapi hancur lebur. Dari simpang tersebut anda akan memasuki daerah kebun teh Kubang Montaya. Anda akan dibawa menyusuri jalan kebun teh yang awalnya beraspal, lalu berganti menjadi batu. Saran penulis, bila menggunakan motor, jangan gunakan motor matic atau bebek, gunakan motor sport. Jika menggunakan mobil, jangan gunakan sedan. Kondisi jalanan berbatu yang tidak rata akan membuat kendaraan anda mengalami “penuaan dini”.

Daerah yang anda tuju adalah Desa Cicadas. Mobil hanya bisa sampai sini saja. Motor bisa terus, namun ada baiknya diparkir di desa ini. Sebuah halaman sekolah dasar disulap menjadi tempat parkir dadakan oleh warga sekitar. Untuk sampai kesini saja, sudah menghabiskan waktu sekitar 4 hingga 5 jam dari kota Bandung.

Setelah memarkir kendaraan, mulailah berjalan menyusuri jalanan berbatu. Dari sini, sudah ada penunjuk arah menuju Curug Malela. Namun jika ada persimpangan dan merasa tidak yakin, tanyakan saja pada penduduk yang biasa berlalu-lalang di daerah ini. Pemandangan perbukitan yang hijau membentang akan mengobati kekesalan anda setelah beberapa jam berkutat dengan kendaraan di ruas kubangan kerbau.

Setelah sekitar 3 kilometer berjalan, Curug Malela sudah terlihat di depan mata. Jangan terlena, perjalanan masih cukup berat. Jalanan berbatu akan diganti dengan jalanan tanah yang sangat licin ketika basah. Dipastikan anda tidak akan bersih ketika pulang dari sini. Saran penulis, gunakan sepatu, jangan gunakan sandal, apalagi sandal jepit.





Kondisi jalanan akan terus menurun. Pemandangan yang disajikan beragam. Dari pohon pinus, lembah, Curug Malela di kejauhan, hingga hamparan padi huma yang tertata rapi. Memasuki persawahan kecil, ada dua buah saung yang bisa dijadikan tempat beristirahat. Selepas persawahan, barulah anda akan terus berjalan turun, melewati undakan tanah merah yang licin. Hati-hati disini. Licin!

Mini Niagara

Setelah sekitar satu jam berjalan kaki, suara deburan air terjun makin memekakkan telinga. Selepas sebuah tikungan, muncullah yang dinanti-nanti. Air terjun selebar 70 meter dan setinggi 30 meter seakan tiba-tiba muncul di depan mata. Keindahan yang unik, sebab biasanya pesona air terjun ada pada ketinggiannya. Berbeda dengan Curug Malela, lebar. Pantas jika banyak orang yang menjulukinya Niagara di Jawa Barat.

Penulis datang pada musim hujan. Saat itu air terjun sedang deras-derasnya. Airnya menjadi berwarna kecokelatan, namun tidak mengurangi keindahannya. Untuk bisa lebih dekat dari air terjun, anda dapat turun melalui sebuah ceruk. Sayang beribu sayang, ceruk yang harus anda lewati dipenuhi sampah. Mayoritas sampahnya berupa potongan kayu dan bamboo, stirofoam, dan sandal jepit. Hayo! Siapa yang merasa kehilangan sandal jepit!

Setelah turun ke bawah, sejatinya anda dapat menyeberang sungai dan bermain-main ke sebuah pelataran batu besar di tengah sungai. Anda juga dapat naik ke pinggir air terjun. Namun saat penulis datang, kondisi air yang sangat deras sangat tidak memungkinkan. Berbahaya. Di bawah Curug Malela sendiri ada air terjun lagi. Jadi jika anda terseret arus, anda akan jatuh lagi di air terjun lain. Pantas saja aliran sungainya dinamakan Cicurug.

Kondisi air terjun yang sangat deras membuat hembusan uap air dari air terjun juga menjadi sangat deras. Duduk-duduk di dekatnya saja sudah membuat baju basah kuyup. Jika masih banyak waktu, anda dapat berkeliling menikmati keindahan ini, bahkan bisa naik ke atas air terjun melewati jalan setapak. Pemandangannya sangat asri, namun, ceruk bersampah pastilah akan merusak keindahan yang sudah dipahat oleh Yang Maha Kuasa ini. Sudah sepantasnya kita menjaga objek wisata ini. Malela, haruslah secantik namanya!

Tidak Tersentuh

Maksudnya tentu bukan tidak tersentuh wisatawan. Cukup banyak wisatawan yang datang ke curug ini. Objek wisata ini tidak ada sentuhan sama sekali dari Pemda. “Yang datang kesini bukan dari Bandung ajah, dari Jakarta, Bogor, banyak juga,” tutur Bapak Adeng. Pria berusia 60-an ini mengakui kalau Curug ini mampu menyedot ratusan wisatawan tiap minggunya. ”Ramainya memang hanya di akhir pekan saja,” tukasnya.

Wajar memang. Dengan tiadanya papan penunjuk arah, serta hancurnya infrastruktur seakan mendatangi tempat ibarat mendatangi tempat antah berantah, padahal masih dalam Kabupaten Bandung Barat lho. Tidak adanya pengelola juga membuat tidak adanya pengawasan akan objek wisata ini. Percuma wisatawan ramai, namun semakin hari, Curug Malela semakin kotor dan tidak terawat.

Dengan adanya pengelolaan yang baik, bukan tidak mungkin Curug Malela akan menjadi objek wisata primadona Kabupaten Bandung Barat, bahkan Jawa Barat. Hal ini tentunya dari keunikan air terjunnya yang lebar. Wakil Gubernur Jawa Barat, Yusuf Macan Efendi, bahkan sudah mengunjungi curug ini dan mengakui kalau tempat ini berpotensi besar.

Kedatangan Kang Dede Yusuf, semoga dapat mempercepat perbaikan fasilitas di objek wisata ini. Mulai dari akses, fasilitas, hingga sarana pendukung lainnya. Jika sudah dibenahi, pastilah yang pertama ketiban untung adalah warga sekitar. Pemda juga pastilah mendapat pemasukan dari objek wisata.

Sesuai dengan namanya, Malela ibarat seorang gadis yang cantik, namun masih belum terawat.
Pemerintah dibantu dengan warga sekitar, jadilah tukang rias, poleslah ia, agar Malela mampu menarik banyak wisatawan. Malela haruslah terus dibenahi, agar kecantikannya bisa tersohor ke seantero Indonesia. Malela oh Malela…
View Malela dari atas bukit

Nah ini dia =D

3 komentar:

  1. Wah itu ada aku di pojok kanan foto pertama.. siapa mau chikiiii??

    BalasHapus
  2. mantap berwarna cokelat!hahaaa

    BalasHapus
  3. Kami bertujuh tanggal 26 Februari 2011 mengunjungi curug malela. Benar, sangat tidak disarankan menggunakan motor matik atau bebek (bebek masih bisa kalo dipaksakan).
    pilihlah waktu musim kemarau atau musim yang diperkirakan airnya tidak keruh. dijamin curug terlihat lebih indah. bawa perbekalan makanan yang cukup, walaupun ada penduduk yang berjualan. perjalanan spd motor sudah bisa lebih jauh dari SD Cicadas. setelah itu jalan kaki sekitar 1 km menuruni jalan tanah dan sebagian sudah ditembok. bulan mendatang kemungkinan pengunjung akan dikenai retribusi karena pos dan musola sudah dibangun. silakan menuruni bukit dan siap-siap pulangnya pegel betis karena jalanan menanjak.

    BalasHapus