Pernah kebayang nggak kalau di dunia ini cuma ada orang-orang yang pandai menulis, tapi nggak ada kalangan yang pandai membaca. Apa yang kita tulis mati begitu saja. Kita menghasilkan sesuatu yang sia-sia. Tidak dapat dikonsumsi dengan baik. Ungkapan ini memang rada absurd dan mustahil. Menulis dan membaca itu satu paket. Kita belajar menulis sekalian belajar membaca. Tidak mungkin terpisah. Sayangnya, hal ini tidak terjadi dalam persilatan fotografi. Kita hanya terbiasa ‘menulis’ tanpa bisa pandai ‘membaca’ foto.
‘Menulis’ dalam kamus fotografi sama dengan menghasilkan sebuah foto. Menulis itu perihal teknis. Kita butuh alat. Kita butuh keterampilan agar bisa mengendalikan kamera-pena penghasil foto-. Jika Kita hanya membicarakan bagaimana menghasilkan ‘tulisan’ bagus, yang sama seperti orang kebanyakan. Kita jadi seperti anak-anak yang senang memamerkan alat-alat tulis di tempat pensilnya.
Sementara membaca ialah perihal intelektual. Membaca adalah menerjemahkan simbol-simbol untuk kemudian bisa dibasakan. Sepertinya ungkapan “Biar foto yang bicara” atau “foto berbicara lebih dari seribu kata-kata” akan menjadi sia-sia jika ternyata tidak ada yang bisa mendengar foto berbicara, tidak ada yang bisa menerjemahkan seribu kata yang dibahasakan oleh foto. Sayang rasanya kalau sebuah foto kita hanya baca pada permukaannya saja. Ibarat membaca buku. Kita cuma baca kata pengantarnya doang. Nggak kita baca sampe habis. Ibarat ke pantai tapi Cuma duduk di mobil. Ibarat dengerin lagu cuma musiknya doang, nggak tau liriknya.
Sebelum kita mulai, ada satu hal yang kayaknya penting untuk diketahui. Sebuah karya seni, termasuk foto itu tidak untuk dimengerti melainkan untuk dirasakan. Mengapa? karena pengertian itu sifatnya seolah harus mutlak, sementara perasaan adalah sesuatu yang personal.
Nah, mulai sekarang yuk lah kita pelan-pelan belajar membaca foto. Mari kita lupakan teori. Semiotika apalah itu. Nih, MALU mau coba kasih sedikit kiat-kiat yang semoga bisa membimbing kita semu dalam membaca foto lalu menuliskan apresaisi atas foto tersebut.
1. Deskripsi
Ini bisa menjadi langkah awal untuk kita menikmati foto. Perhatikan baik-baik foto itu. Perhatikan dengan seksama setiap hal yang ada dalam foto. Foto adalah bahasa, maka objek-objek yang ada didalamnya adalah kata-kata. Kumpulkan dan jabarkan sebanyak-banyaknya temuan dari hal yang terlihat dari foto itu. Komposisi, warna, cahaya, bentuk, pakaian, ketajaman, ukuran dan jenis kertas menjadi hal-hal yang sekiranya perlu diperhatikan. Ceritakan juga apa yang terjadi pada foto seperti apa bentuk subjek (manusia)nya, apa yang subjek sedang lakukan pada foto. Komposisi juga hal penting perlu diperhatikan, amati letak tiap objek, dan seberapa besar porsinya di foto. Pokoknya di tahap awal ini, kita harus seperti detektif deh.
2. Tuliskan kesan personal dan interpretasimu
Setelah banyak temuan yang kita deskripsikan coba selami foto itu. Di tahap ini, kita butuh sedikit perenungan. Kita perlu merasakan dalam-dalam keterkaitan objek-objek dalam foto itu. Ajak serta imajinasi, pengalaman dan pengetahuan kamu untuk ikut menentukan kesan terhadap foto. Sebuah foto pasti membawa kesan yang berbeda-beda kepada tiap pemirsanya.
Misalnya ketika ketika melihat foto awan kesan yang timbul adalah perasaan bahwa kita sedang jatuh dari langit, dan apa yang kita lihat hanya lah awan, awan dan awan. Atau ketika melihat kaki yang melayang tertupi semak belukar taman, imajinasi kita mengantarkan kesan seperti sedang melihat manusia yang diculik oleh alien.
3. Riset dan kumpulkan fakta-fakta terkait.
Di tahap ini, kita kudu mencari tau pemahaman umum atau fakta-fakta mengenai objek-objek yang terlihat pada foto. Misal, ketika kita akan mengapresiasi foto fashion yang berlatar bangunan kuno, kita kudu cari tau fakta-fakta tentang bangunan kuno itu, juga tentang baju apa yang dipakai oleh si model, dan apa arti baju atau bangunan itu bagi masyarakat. Atau ketika kita akan mengapresi foto landscape, kita perlu tau tempat apa yang difoto itu, dan seluk-beluk (sejarah, mitos, peristiwa) mengenai tempat itu.
Di sini, kita boleh menghubung-hubungkan foto dengan isu, peritstiwa atau permasahan yang lebih besar. Kita bisa saja menganggap bahwa sebuah foto adalah representasi dari sebuah realita. Nah, setelah itu coba rasakan, mengapa realita tersebut direpresentasikan seperti ini. Misalnya, ketika melihat foto Holy Warnya Agan Harahap kita bisa saja menghubungkan ke isu terorisme, bahwa ternyata banyak pihak yang mengatas namakan kesucian agama untuk berperang.
4. Opini
Setelah berkelana merasakan makna foto, di tahap ini kita tuliskan opini kita terhadap foto tersebut. Bentuknya bisa apresiasi yang bersifat memuji, bisa juga yang bersifat kritik. Nggak perlu takut kalau nanti ada yang nggak setuju sama opini atau kritik kita.
5. Kesimpulan dan penutup
Penting nggak penting sih ni sebenernya. Tapi keberadaannya akan sangat membuat tulisan jadi enak dibaca. Tulisan jadi nggak gantung tanpa diberi penyelesaian gitu deh. Hehe..
Oke, kira-kira begitulah kiat-kiat dalam menulis apresiasi foto. Hmm, sekiranya ada banyak cara untuk kita membaca dan mengapresiasi foto. So, kalau ternyata tulisan ini justru membingungkan, kalian boleh mengabaikan apalagi kalau ternyata kalian sudah punya cara tersendiri. Semoga bermanfaat..
terima kasih atas petunjuk yang sangat bermanfaat. Maju terus fotografi Indonesia, dan maju terus MALU.
BalasHapus